Share and Enjoy it...

Wednesday, January 8, 2014

Pemilu sebagai pemersatu bangsa

SAARAH KURNIAWATI
16612764
2 SA 01

PEMILU
            Menurut Wikipedia, Pemilihan Umum ( Pemilu ) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut sangat beraneka ragam mulai dari menjadi seorang Presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan sampai kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan masyarakat, komunikasi massa, lobby dan kegiatan lainnya. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
            Pemilihan umum juga memiliki sejarah yang menarik salah satunya Pemilu di Indonesia hingga saat ini. Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pada tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014. Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu 2009 disebut sebut sebagai pemilu yang terburuk selama sejarah Indonesia. Nah bagaimana dengan pemilu 2014? Pemilu 2014 akan di ikuti oleh 10 Partai politik nasional dan ditambah dengan 3 partai politik lokal (khusus Aceh). Pastinya hasil dari pemilu 2014 akan kita nantikan !



Pemilu di Indonesia
            Pemilu singkatan dari “ Pemilihan Umum” merupakan suatu sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat sebagai salah satu wujud keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Jenis-jenis yang ada di Negara Indonesia sangatlah banyak macam-macamnya. Contoh jenis pemilu yang berpengaruh pada bangsa Indonesia adalah saat dimana kita memilih pemimpin Negara kita yang tercinta Indonesia. Sebelumnya kita juga harus memilih para calon legislatif untuk mewakili suara-suara hati kita kepada pak presiden nanti.
Sepanjang perjalanan sejarah, bangsa Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum ( PEMILU ) sebanyak 9 ( Sembilan ) kali yaitu 1 ( satu ) kali pada masa Era Orde lama, 6 ( enam ) kali pada masa Era Orde Baru dan 2 ( dua ) kali pada masa Era Reformasi. Berikut ini adalah Daftar Presiden dan Wakil Presiden serta masa jabatannya :

Presiden
Wakil Presiden
Mulai Menjabat
Selesai Menjabat
Partai
Ir. Soekarno
Drs. Mohammad Hatta
18 Agustus 1945
22 Febuari 1967
PNI
Soeharto

Hamengkubuwono IX
Adam Malik
Umar Wirahadiku
Soedharmono
Try Sutrisno
B.J Habibie
22 Februari 1967
27 Maret 1973

24 Maret 1978
11 Maret 1983
11 Maret 1988
11 Maret 1993
11 Maret 1998
24 Maret 1973
23 Maret 1978

11 Maret 1983
11 Maret 1988
11 Maret 1993
10 Maret 1998
21 Mei 1998



GOLKAR

B.J Habibie

21 Mei 1998
20 Oktober 1999
GOLKAR
Abdurrahman Wahid
Megawati Soekarnoputri
20 Oktober 1999
23 Juli 2001
PKB
Megawati Soekarnoputri
Hamzah Haz
23 Juli 2001
20 Oktober 2004
PDIP
Susilo Bambang Yudhoyono
M. Jusuf Kalla
Boediono
20 Oktober 2004
20 Oktober 2009
20 Oktober 2009
Sedang menjabat
Partai Demokrat




Dari tabel berisi nama Presiden dan Wakil Presiden serta masa jabatan diatas, kita dapat mengetahui maksud dari pemilihan umum diadakan. Tujuannya yang sederhana dalam pemilihan umum adalah mencari pemimpin Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Bisa kita lihat bapak Soeharto telah menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia kurang-lebih 32 ( tiga puluh dua ) tahun dengan pergantian wakil presiden sebanyak 6 ( enam ) kali. Begitu juga dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono biasa disebut dengan bapak SBY dari tahun 2004 beliau telah dipercaya menjadi Presiden dengan membuat Kabinet Indonesia bersatu. Sampai awal tahun 2014 pak SBY masih dipercaya menjadi Presiden Republik Indonesia. Tapi apakah nanti di pertengahan-akhir tahun 2014 pak SBY masih ingin mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia? Kita lihat nanti.
Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat.
 Berikut adalah pendapat beberapa para ahli tentang pemilihan umum:
Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim
- Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode tertentu.
Bagir Manan
- Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.



Sistem Pemilihan Umum
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
            Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
  • Sistem hak pilih
  • Sistem pembagian daerah pemilihan.
  • Sistem pemilihan
  • Sistem pencalonan.
Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip pokok, yaitu:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah  yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.



Sistem Pemilu di Indonesia
Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
1. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat,  Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi  Parlementer berakhir.

 2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.

 3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga bangsa Indonesia.
            Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya, terutama di bidang ekonomi.
            Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto  melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.

4 .        Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
            Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau diturunkan.



Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
  • Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
  • Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
  • Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
  • Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.




Asas-asas PEMILU
1. Langsung
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan,  kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.

5. Jujur
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

           



Pemilu jadi permersatu bangsa berdasarkan Pancasila
Ada sebuah momen yang sangat langka sekaligus menggembirakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa negeri ini pada peringatan hari lahir Pancasila di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Momen tersebut yakni, berkumpulnya seluruh sisa pemimpin dan wakil pemimpin nomor satu dan dua dalam sejarah Indonesia. Presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati Soekarnoputri serta presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu, ada juga para Wakil Presiden RI yakni Tri Sutrisno,Hamzah Haz dan Jusuf Kalla.
            Suatu keadaan menjadi riuh saat presiden kelima RI untuk pertama kalinya "mengakui" SBY sebagai Presiden Indonesia keenam. Hal itu terungkap ketika dia menyebut SBY sebagai Presiden Republik Indonesia pada awal sambutan pidatonya.
"Yang saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono," kata Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan pidatonya tersebut. Tak pelak, sebutan Megawati Soekarnoputri itu disambut tepuk tangan riuh hadirin pada acara tersebut.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Megawati dan SBY berseteru sejak Pemilu 2004 silam, ketika SBY mundur dari kabinet Megawati Soekarnoputri. Pada pemilu itu, SBY-Jusuf Kalla akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sejak itu, Megawati enggan bertemu SBY. Lalu, pada Pemilu 2009, SBY dan Megawati kembali saling berhadapan dalam pemilu. Tetapi lagi-lagi, Megawati kalah hanya dalam satu putaran.
            Pancasila pada orde baru dijadikan  sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu  berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara.  Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4  tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu,  menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala memasuki  era reformasi, oleh karena pencetus P4  tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya  dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
            Sementara  itu,  era reformasi  belum berhasil  melahirkan  idiologi pemersatu bangsa yang baru.  Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang,  dan otoriter, dan  kemudian haraus  diganti dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap  sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan  adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan  lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,  yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
            Namun setelah melewati sekian lama  masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka  memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan  gambaran tentang nilai-nilai ideal  yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
            Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian  diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap  agama  pasti memiliki ajaran tentang  gambaran kehidupan ideal,   yang  masing-masing berbeda-beda.  Perbedaan itu tidak akan mungkin  dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan  itu sudah melewati  dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi,  masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya,  sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu. Memang  ada sementara pendapat,  bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan  tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik  yang terjadi antara penganut agama yang berbeda.  Tidak sedikit orang merasakan  bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah  Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan  pemeluk agama yang berbeda itu.  Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu  dipersatukan  oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.   
            Itulah sebabnya, maka  melupakan Pancasila sama  artinya dengan mengingkari  ikrar, kesepakatan,  atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain  itu, juga dem ikian,  manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah   kesepakatan itu, maka sama artinya dengan  melakukan pengingkaran sejarah dan  janji  yang telah disepakati bersama. Maka,  Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila  memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa  ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan  alat pemersatu, ialah Pancasila.


Sumber Referensi :



No comments:

Post a Comment