SAARAH KURNIAWATI
16612764
2 SA 01
PEMILU
Menurut Wikipedia, Pemilihan Umum (
Pemilu ) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut sangat beraneka ragam mulai dari
menjadi seorang Presiden, wakil rakyat diberbagai tingkat pemerintahan sampai
kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara
persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, hubungan
masyarakat, komunikasi massa, lobby dan kegiatan lainnya. Dalam Pemilu, para
pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta
Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye. Kampanye
dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah
pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu
ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya
telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para
pemilih.
Pemilihan umum juga memiliki sejarah
yang menarik salah satunya Pemilu di Indonesia hingga saat ini. Pemilihan Umum
Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada
tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling
demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih
kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan
seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang
bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya
pun berlangsung aman.
Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota
DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260,
sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah
14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971,
tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah
orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini
adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan
Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan)
partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan
Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah
pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan
Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975,
Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan
Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah
runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya
pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti
oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai
Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Walaupun
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan
suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari
partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon
presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya
bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan
presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama
yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara
pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini,
rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui
Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden
tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih
adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon
presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pada tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum
(pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah
memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi
akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam
pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun
1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka
pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September.
Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April
tidak banyak memberikan kejutan. Mayoritas masyarakat Indonesia sekali lagi
menunjukkan bahwa mereka lebih memilih partai nasional dibandingkan partai
keagamaan. Tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak bukan merupakan
partai keagamaan dan mereka adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen
perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara.
Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional,
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB)
masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94
persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan
merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.
Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai
yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang
mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan
minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi
di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing
untuk pemilu tahun 2014. Namun dalam hal kualitas pengelolaan pemilu, pemilu
2009 disebut sebut sebagai pemilu yang terburuk selama sejarah Indonesia. Nah
bagaimana dengan pemilu 2014? Pemilu 2014 akan di ikuti oleh 10 Partai politik
nasional dan ditambah dengan 3 partai politik lokal (khusus Aceh). Pastinya
hasil dari pemilu 2014 akan kita nantikan !
Pemilu di Indonesia
Pemilu
singkatan dari “ Pemilihan Umum” merupakan suatu sarana untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat sebagai salah satu wujud keikutsertaan seluruh rakyat
Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Jenis-jenis yang ada di Negara Indonesia
sangatlah banyak macam-macamnya. Contoh jenis pemilu yang berpengaruh pada
bangsa Indonesia adalah saat dimana kita memilih pemimpin Negara kita yang
tercinta Indonesia. Sebelumnya kita juga harus memilih para calon legislatif
untuk mewakili suara-suara hati kita kepada pak presiden nanti.
Sepanjang perjalanan sejarah, bangsa Indonesia telah
melaksanakan Pemilihan Umum ( PEMILU ) sebanyak 9 ( Sembilan ) kali yaitu 1 (
satu ) kali pada masa Era Orde lama, 6 ( enam ) kali pada masa Era Orde Baru
dan 2 ( dua ) kali pada masa Era Reformasi. Berikut ini adalah Daftar Presiden
dan Wakil Presiden serta masa jabatannya :
Presiden
|
Wakil
Presiden
|
Mulai
Menjabat
|
Selesai
Menjabat
|
Partai
|
Ir. Soekarno
|
Drs. Mohammad Hatta
|
18 Agustus 1945
|
22 Febuari 1967
|
PNI
|
Soeharto
|
Hamengkubuwono IX
Adam Malik
Umar Wirahadiku
Soedharmono
Try Sutrisno
B.J Habibie
|
22 Februari 1967
27 Maret 1973
24 Maret 1978
11 Maret 1983
11 Maret 1988
11 Maret 1993
11 Maret 1998
|
24 Maret 1973
23 Maret 1978
11 Maret 1983
11 Maret 1988
11 Maret 1993
10 Maret 1998
21 Mei 1998
|
GOLKAR
|
B.J Habibie
|
21 Mei 1998
|
20 Oktober 1999
|
GOLKAR
|
|
Abdurrahman Wahid
|
Megawati Soekarnoputri
|
20 Oktober 1999
|
23 Juli 2001
|
PKB
|
Megawati
Soekarnoputri
|
Hamzah Haz
|
23 Juli 2001
|
20 Oktober 2004
|
PDIP
|
Susilo Bambang
Yudhoyono
|
M. Jusuf Kalla
Boediono
|
20 Oktober 2004
20 Oktober 2009
|
20 Oktober 2009
Sedang
menjabat
|
Partai Demokrat
|
Dari tabel berisi nama Presiden dan Wakil Presiden
serta masa jabatan diatas, kita dapat mengetahui maksud dari pemilihan umum
diadakan. Tujuannya yang sederhana dalam pemilihan umum adalah mencari pemimpin
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Bisa kita lihat bapak Soeharto
telah menjabat menjadi Presiden Republik Indonesia kurang-lebih 32 ( tiga puluh
dua ) tahun dengan pergantian wakil presiden sebanyak 6 ( enam ) kali. Begitu
juga dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono biasa disebut dengan bapak SBY
dari tahun 2004 beliau telah dipercaya menjadi Presiden dengan membuat Kabinet
Indonesia bersatu. Sampai awal tahun 2014 pak SBY masih dipercaya menjadi
Presiden Republik Indonesia. Tapi apakah nanti di pertengahan-akhir tahun 2014
pak SBY masih ingin mencalonkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia? Kita
lihat nanti.
Sesuai
teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt"
sehingga kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan
negara yg kemudian berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk
melaksanakan pemerintahan dan memimpin rakyat.
Berikut adalah pendapat beberapa para ahli
tentang pemilihan umum:
Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim
- Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk memilih
wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap dirinya
sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam periode
tertentu.
Bagir Manan
- Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode
lima 5 tahun sekali adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung
dan nyata pemerintahan oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon
yang bermimpi duduk sebagai penyelenggara negara dan juga pemerintahan
bergantung sepenuhnya pada kehendak atau keinginan rakyatnya.
Sistem Pemilihan Umum
Sistem Pemilihan Umum
merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara
memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan
erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di
parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak
dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau
komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam melaksanakan
pemilihan umum diantaranya:
- Sistem
hak pilih
- Sistem
pembagian daerah pemilihan.
- Sistem
pemilihan
- Sistem
pencalonan.
Bidang ilmu politik
mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki cirikhas
masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip pokok,
yaitu:
a. Sistem Pemilihan
Mekanis
Pada sistem ini, rakyat
dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu
inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan satu suara
di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem pemilihan Organis
Pada sistem ini, rakyat
dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam beraneka
ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah yang diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
Sistem Pemilu di Indonesia
Bangsa Indonesia telah
menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman kemerdekaan. Semua pemilihan umum
itu tidak diselenggarakan dalam kondisi yang vacuum, tetapi berlangsung di
dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan umum tersebut. Dari
pemilu yang telah diselenggarakan juga dapat diketahui adanya usaha untuk
menemukan sistem pemilihan umum yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia.
1. Zaman Demokrasi
Parlementer (1945-1959)
Pada
masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun
1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang
kedua untuk memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan
pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan
pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak
ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi atau campur tangan terhadap
partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini diikuti 27 partai dan
satu perorangan.
Akan
tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai.
Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi
terbukti tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang
berkaitan dengan konsepsi Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
2. Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Setelah
pencabutan Maklumat Pemerintah pada November 1945 tentang keleluasaan untuk
mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik
menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan
pemilihan umum.
3. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)
Setelah
turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa
merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang
ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum
diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga
bangsa Indonesia.
Pendapat yang dihasilkan dari forum
diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat menekan jumlah partai politik
secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa
berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam sebuah distrik.
Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan stabilitas
politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-programnya,
terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah
partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai
kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi
atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi
tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan
Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga
partai, dan hasilnya perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
4 . Zaman Reformasi (1998- Sekarang)
Pada masa Reformasi 1998,
terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak
mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal
reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak
mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era
orba.
Pada
tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini
disebabkan telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU
no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak
mengikuti pemilu selanjtnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2%
dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak mencapai ambang batas boleh
mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan
parpol baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti
persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004
hanya 2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan
lagi atau diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai
bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu,
sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama
karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu
diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu sangatlah
penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
- Pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
- Pemilu
merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
- Pemilu
merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
- Pemilu
merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
konstitusional.
Asas-asas PEMILU
1. Langsung
Langsung, berarti
masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung dalam
pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti pemilihan
umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan, tanpa
membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas, berarti seluruh
warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada pemilihan umum,
bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa aspirasinya tanpa
ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia, berarti dalam
menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya. Pemilih
memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang
lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur, berarti semua
pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti dalam
pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Pemilu jadi permersatu
bangsa berdasarkan Pancasila
Ada sebuah momen yang sangat langka sekaligus
menggembirakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa negeri ini pada peringatan
hari lahir Pancasila di Gedung MPR beberapa waktu lalu. Momen tersebut yakni,
berkumpulnya seluruh sisa pemimpin dan wakil pemimpin nomor satu dan dua dalam
sejarah Indonesia. Presiden ketiga BJ Habibie, presiden kelima Megawati
Soekarnoputri serta presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lalu, ada
juga para Wakil Presiden RI yakni Tri Sutrisno,Hamzah Haz dan Jusuf Kalla.
Suatu keadaan menjadi riuh saat
presiden kelima RI untuk pertama kalinya "mengakui" SBY sebagai
Presiden Indonesia keenam. Hal itu terungkap ketika dia menyebut SBY sebagai
Presiden Republik Indonesia pada awal sambutan pidatonya.
"Yang
saya hormati Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang
Yudhoyono," kata Megawati Soekarnoputri dalam pembukaan pidatonya
tersebut. Tak pelak, sebutan Megawati Soekarnoputri itu disambut tepuk tangan
riuh hadirin pada acara tersebut.
Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa Megawati dan SBY berseteru sejak Pemilu 2004 silam,
ketika SBY mundur dari kabinet Megawati Soekarnoputri. Pada pemilu itu,
SBY-Jusuf Kalla akhirnya terpilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sejak
itu, Megawati enggan bertemu SBY. Lalu, pada Pemilu 2009, SBY dan Megawati
kembali saling berhadapan dalam pemilu. Tetapi lagi-lagi, Megawati kalah hanya
dalam satu putaran.
Pancasila pada orde baru
dijadikan sebagai tema sentral dalam
menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu
berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang
buruk atau ganjil, oleh karena itu,
menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Hanya saja tatkala
memasuki era reformasi, oleh karena
pencetus P4 tersebut adalah orang yang
tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun
baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk
memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan
jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya
dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu,
era reformasi belum berhasil melahirkan
idiologi pemersatu bangsa yang baru.
Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap
korup, menyimpang, dan otoriter,
dan kemudian haraus diganti dengan semangat demokratis.
Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen.
Beberapa hal yang masih didanggap
sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan
Indonesia raya, dan lambang Buirung
Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan
berbangsa dan bernegara, yang
selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian
lama masa reformasi, dengan munculnya
idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk
digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu
bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap
sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk,
terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang
sedemikian luas, maka tidak mungkin
berhasil disatukan tanpa alat pengikat.
Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal
yang dipahami, dipercaya dan bahkian
diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap agama
pasti memiliki ajaran tentang
gambaran kehidupan ideal,
yang masing-masing
berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan
mungkin dapat dipersamakan. Apalagi,
perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah panjang. Akan
tetapi, masing-masing pemeluk agama
lewat para tokoh atau pemukanya, sudah
berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Memang ada sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa.
Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan,
kebersamaan dan tolong menolong, sebagai
dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang
berbeda. Tidak sedikit orang
merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi
halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan
sekaligus menyatukan pemeluk agama yang
berbeda itu. Mereka yang berbeda-beda
dari berbagai aspeknya itu
dipersatukan oleh cita-cita dan
kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.
Itulah sebabnya, maka melupakan Pancasila sama artinya dengan mengingkari ikrar, kesepakatan, atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu
bangsa Indonesia. Selain itu, juga dem
ikian, manakala muncul kelompok atau
sempalan yang akan mengubah kesepakatan
itu, maka sama artinya dengan melakukan
pengingkaran sejarah dan janji yang telah disepakati bersama. Maka, Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa
yang harus selalu diperkukuh dan
digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka
sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.Oleh
sebab itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan
diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun
non formal. Pancasila memang hanya
dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak
berarti, bahwa bangsa ini tanpa
Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur,
dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa
Indonesia memerlukan alat pemersatu,
ialah Pancasila.
Sumber Referensi :
No comments:
Post a Comment