Share and Enjoy it...

Friday, May 9, 2014

Kritik Puisi "Kesaksian Tahun 1967"



KESAKSIAN TAHUN 1967
Dunia yang akan kita bina adalah dunia baja
Kaca dan tambang-tambang yang menderu,
Bumi bakal tidak perawan lagi,
Tergarap dan terbuka
Sebagai lonte yang merdeka.
Mimpi yang kita kejar, mimpi platina berkilatan.
Dunia yang kita injak, dunia kemelaratan.
Keadaan yang menyekap kita, rahang srigala yang menganga

Nasib kita melayang seperti awan,
Menantang dan menertawakan kita,
Menjadi kabut dalam tidur malam,
Menjadi surya dalam kerja siangnya,
Kita akan mati dalam teka-teki nasib ini,
Dengan tangan-tangan yang angkuh dan terkepal.
Tangan-tangan yang memberontak dan bekerja
Tangan yang mengoyak sampul keramat
Dan membuka lipatan surat suci
Yang tulisannya ruwet tak bisa dibaca
Karya: WS. Rendra

Dalam puisi diatas Rendra ingin memberikan kesaksian tentang situasi sosial dan politik di Indonesia pada tahun 1967. Menurut pendekatan mimesis, puisi diatas adalah sebuah penggambaran dunia dan kehidupan manusia khusunya di Indonesia walaupun Indonesia bukan Negara Komunis. Namun, mungkin juga Rendra berimajinasi karena nilai kebenaran atau kebohongan pada kalimat tersebut sudah dimemesiskan menjadi puisi sebab hal yang paling utama dalam puisi adalah kejiwaan pengarang(Ekspresif) untuk mempengaruhi perasaan pembaca.

Bila diukur dalam penilaian karya sastra puisi diatas memiliki beberapa penilaian:

1.      Intelligibility, karena bahasa yang digunakan Rendra tidak mudah dipahami. Seperti,“Kaca dan tambang-tambang yang menderu”kenapa kaca dan tambang harus menderu? Apakah kaca dan tambang-tambang dapat mengeluarkan suara keras(kecuali jika kaca terjatuh dan terpecah-belah)?

2.      Kebenaran(truth), bahasa diatas terbebas dari benar dan salah. Seperti,”Bumi bakal tidak lagi perawan” Kenapa bumi mempunyai keperawanan? Sejak kapan bumi perawan?dan Kapan bumi bakal tidak perawan?

3.      Familiarity, karena Rendra membahas sesuatu yang sudah dikenalnya dalam kehidupan sehari-hari seperti,“Dunia yang kita injak, dunia kemelaratan, Keadaan yang menyekap kita, rahang srigala yang menganga” sebab pada tahun 1967 gejolak politik di Indonesia yang tak menentu dan transisi orde lama ke orde baru.

4.      Moral, Rendra ingin menilai puisi diatas berkaitan dengan nilai kemanusian. Seperti “Nasib kita melayang seperti awan”, “Kita akan mati dalam teka-teki nasib ini” maksudnya nasib dengan kehidupan pada tahun 1967 sama-sama tidak ada kepastian dan hanya kematian yang sudah pasti dalam kehidupan, yang lainnya hanya sebuah teka-teki kehidupan semata.

Kritikus:
SKI

No comments:

Post a Comment