Share and Enjoy it...

Friday, November 21, 2014

Pendekatan Kritik Sastra

Sastra memberikan pengalaman dan mengarahkan dirinya kepada perasaan, sedangkan kritik sastra cenderung untuk memberikan dan memenuhi kebutuhan pikiran atau intelektual. Benar tidak? Sastra identik seperti perempuan, sedangkan kritik sastra sama seperti laki-laki. Tapi, bukankah perempuan biasanya yang suka mengkritik! Renungkanlha itu!!! Bagaimanapun perbedaan antara sastra dan kritik sastra dapat dikatakan sebagai perbedaan yang berkaitan karena pikiran dan perasaan dapat membentuk sesuatu yang bermanfaat seperti, perasaan dapat membentuk karya sastra dan pikiran membentuk kritik sastra.

Sastra adalah karya seni. Tujuannya yaitu untuk membantu manusia menyingkapkan rahasia keadaannya, untuk memberi makna pada eksitensinya, serta untuk membuka jalan ke kebenarnya. Yang membedakannya sastra dengan karya seni lainnya ialah aspek bahasa.

Kritik sastra merupakan suatu bentuk karya sastra yang mengandalkan adanya norma dan nilai. Norma dan nilai adalah prinsip atau konsep mengenai apa yang dianggap baik yang hendak dituju. Nilai ialah sesuatu yang disetujui atau ditolak, sedangkan norma ialah ukuran yang mengatur cara mencapai nilai. Tanpa nilai dan norma kritik tak dapat dilakukan. Seorang pengkritik sastra sebelum melakukan kritik sudah mempunyai norma atau nilai.

Pekerjaan mengkritik bagi kritikus harus memahami apa yang terkandung di dalamnya, ia menganalisis setiap unsur dan aspek, bahasa dan teknik penyajian dengan secermat dan sehalus mungkin untuk mendapatkan pengertian dan membentuk penafsiran.


Pendekatan merupakan kerangka berpikir dalam melakukan kritik, yang akhirnya akan membentuk langkah kerja selanjutnya(teknik atau metode).

Kerumitan  memberi batasan tentang sastra menurut Prof. Dr. A. Teeuw(1978) disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
1. Banyaknya jenis kesustraaan sehingga susah mencari ciri-ciri khas yag terdapat dalam semua ragam sastra.
2. Ciri-ciri khas sastra tidak stabil, sering berubah-ubah, tidak identik dengan segala masa dan segala tempat.
3. Batas antara sastra dan bukan sastra tidak mutlak.
4. Dalam sastra modern, banyak pengarang dengan sengaja batas antara sastra dan bukan sastra dihilangkan, batas antara kategori, jenis sastra, dll diubah.
5. Dalam masyarakat tradisional, sastra selalu berfungsi dalam konteks kemasyarakatan yang lebih luas, tidak seperti masyarakat modern yang beranggapan sastra memiliki otonomi.
6. Menurut pendekatan, identifikasi sastra berbeda seperti:
a. struktur karya sastra,
b. makna/pesan karya sastra,
c. ekspresi pengarang, dan
d. imbauan, impresi, resepsi pembaca.

Beberapa pendekatan kritik sastra:
1. Pendekatan Mimesis,
merupakan pencerminan atau representasi kehidupan nyata. Menurut Aristoteles, mimesis lebih tinggi dari kenyataan, memberi kebenaran yang lebih umum, kebenaran yang umumn kebenaran yang universal. Di Rusia, pendekatan ini memengaruhi kehidupan dan menjadi ajaran resmi serta mengakui sastra mengemukakan realisme sosialis. Di Indonesia sendiri, pendekatan ini diwakili oleh LEKRA(Lembaga Kebudayaan Rakyat) pada permulaan tahun 1950 sampai tahun 1965. Pendekatan mimesis banyak diterapkan di negara-negara komunis.

2. Pendekatan Pragmatik(Reseptif),
merupakan pendekatan yang memiliki prinsip sastra yang baik untuk memberikan kesenangan dan faedah bagi pembacanya. Dengan kata lain, pendekatan ini fokus kepada pembaca. Pendekatan ini menggabungkan antara unsur penglipur lara dengan unsur didaktis. Di Indonesia, sejak dulu menganggapa aspek didaktis dan unsur keindahan merupakan dua unsur yang penting.

3. Pendekatan Ekspresif,
pendekatan ini memfokuskan ke jiwa pegarang terhadap karya sastranya. Kemampuan pengarang menyampaikan pikiran yang agung dan emosi yang kuat menjadi ukuran keberhasilan. Yang menjadi tanah garapan para pengkritik adalah kejiwaan pengarang. Di Indonesia, pendekatan ini dikenal dengan istilah kritik Ganzheit. FYI: Kritik Ganzheit awalnya digunakan di musik.

4. Pendekatan Objektif(Struktural),
pendekatan ini terlepas dari soal pengarang dan pembaca. Pendekatan ini memandang dan menelaah sastra dari segi intrinsik yang membangun suatu karya sastra, yaitu tema, alur, latar, penokohan, dan gaya bahasa. Perpaduan yang harmonis antara bentuk dan isi merupakan kemungkinan kuat untuk menghasilkan sastra yang bermutu. Di Indonesia, melalui pendekatan struktural tercemin pada kelomok Rawamangun.

5. Pendekatan Semiotik,
merupakan penelaahan sastra dengan mempelajari setiap unsur yang ada di dalamnya, tanpa ada yang dianggap tidak penting, serta melihat suatu karya sastra sebagai suatu yang terikat kepada sistem yang dibentuknya sendiri, sehingga sistem yang ada di luarnya tidak berlaku terhadapnya. Dalam semiotik, segala unsur yang ada dalam suatu karya sastra dilihat sebagai bagian dari suatu sistem. Maka dari itu, karya sastra disusun berdasarkan suatu sistem.

6. Pendekatan Sosiologis(The Sociological Approach),
pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat. Pendekatan ini lebih fokus memperhatikan segi-segi sosial kemasyarakatan yang terdapat dalam suatu karya sastra serta mempersoalkan segi-segi yang menunjang dan pengembangan tata kehidupan.

7. Pendekatan Psikologis,
pendekataan penelaahan sastra yang menekankan pada segi-segi psikologis yang terdapat dalam suatu karya sastra.

8. Pendekatan Moral,
pendekatan yang bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium yang paling efektif membina moral dan kepribadian suatu kelompok masyarakat. Moral diartikan sebagai suatu norma.


Semi, Atar. 2013. kritik sastra. hlm 37-39. Bandung: Angkasa Raya.

No comments:

Post a Comment