LATAR BELAKANG
Beberapa tahun lalu, ketika pengarang menganalisis
Koran-koran awal tahun 30 puluhan, pengarang membaca berita-berita proses
pengadilan terhadap kaum komunis. Kaum komunis yang diadili bukanlah
tokoh-tokoh utamanya, melainkan hanya peserta biasa saja. Di dalam mengemukakan
alasan mengapa kaum komunis ikut memberontak di tahun –tahun 1926-1927, hasil
menunjukan bahwa alasannya ialah kemiskinan. Pengarang
pernah membaca betapa kerasnya watak Mas Marco, Boedisoetjitro, Winanta dan
Najoan yang menolak utusan Gubernur jenderal menemui mereka. Padahal pertemuan
dengan utusan Gubernur itu memungkinkan membebaskan mereka dari neraka. Berita
dari koran-koran pada waktu itu, justru membuat kesimpulan bahwa kemiskinan
adalah sebab yang melatar belakangi pemberontakan itu. Kondisi ini pula yang
melatar belakangi pengarang untuk melihat lebih mendalam sebab-sebab dari
pemberontakan pada tahun 1926. Itulah sebabnya studi mengenai pemberontakan
1926, ini harus dimulai dari studi terhadap awal mulanya pergerakan kaum
“Marxis” Indonesia. Dalam hal ini, kita harus mulai dengan Sarekat Islam
Semarang. Yang lebih menjadi perhatian pada novel ini adalah ide-ide dari para
tokoh Sarekat Islam Semarang dan segala upaya untuk mewujudkannya. Hal ini
sangatlah mustail untuk berbicara tentang suatu ide tanpa berbicar apa yang
menjadi suatu latar belakang. Karena hal ini lahir atau dilahirkan oleh keadaan
masyarakatnya.
Latar Belakang : EKONOMI
Organisasi Serikat Islam pada
awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis
oleh R.M. Tirtoadisuryo pada tahun 1909 dengan tujuan untuk melindungi hak-hak
pedagang pribumi Muslim dari monopoli dagang yang dilakukan untuk
pedagang-pedagang besar Tionghoa.
Kemudian
tahun 1911 di kota Solo oleh Haji Samanhudi didirikan organisasi dengan nama
Sarekat Dagang Islam (SDI). Tujuan perkumpulan ini adalah untuk menghimpun para
pedagang Islam agar dapat bersaing dengan para pedagang asing seperti pedagang
Tionghoa, India dan Arab. Pada saat itu pedagang-pedagang tersebut lebih maju
usahanya daripada pedagang Indonesia dan keadaan itu sengaja diciptakan oleh
Belanda. Adanya perubahan sosial menimbulkan kesadaran kaum pribumi. Sebagai
ikatan solidaritas dan lambang kelompok, perlu ada ideologi gerakan.
Tujuan SI
mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persahabatan dan
tolong-menolong diantara muslim. Tujuan utama SI 1913 adalah engembangkan
perekonomian. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan. SI berkembang pesat,
pada waktu diajukan sebagai Badan Hukum, Gubernur Jendral Idenburg menolak.
Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Dengan perubahan waktu akhirnya SI
pusat diberi pengakuan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah
pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai
politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917. SI akhirnya mengalami
perkembangan yang lebih pesat dibandingkan Budi Utomo dan mulai disusupi aliran
Revolusioner Sosialis.
NB:
SI :
Sarekat Islam
Latar Belakang : POLITIK
Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang
begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda,
karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg
(1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Pada kongres Sarekat Islam
di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua
Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan
bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus
dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu. Politik
Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi
pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia
akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van
Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik
terhadap Sarekat Islam.
Latar Belakang: SOSIAL
Organisasi Sarekat Dagang Islam
(SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi
ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905, dengan
tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang
batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat
itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya
dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda
lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda
tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di
antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi,
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh.
R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di
Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu
di Buitenzorg. Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan
organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati,
seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI,
Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah
nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang
baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI).
Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi,
tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari anggaran
dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
- Mengembangkan jiwa dagang.
- Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.
- Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
- Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
- Hidup menurut perintah agama.
No comments:
Post a Comment