Agama merupakan kunci sejarah. Kita dapat memahami jiwa
suatu masyarakat, bila kita memahami agamanya. Kita tidak mengerti hasil-hasil
kebudayaan, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang
mengilhaminya. Sepanjang abad, hasil-hasil pertama karya-karya kebudayaan yang
kreatif disebabkan karena ilham agama dan diabadikan kepada tujuan-tujuan
agama. Misalnya, Candi Borobudur yang megah dibangun karena agama; nyanyian dan
tarian-tarian pada awalnya diciptakan untuk ritual. Agamalah yang menjadi
ambang pintu bagi segenap kesusastraan agung dunia. Agamalha yang menjadi
sumber filsafat yang selalu mengudik kembali kepadaNya.
Dorongan agamawi terlihat dalam bentuknya yang paling
mula-mula dalam bentuk doa-doa dan pujian-pujian kepada Yang Maha Kuasa, yang
sering diikuti oleh ritual dengan harapan agar mendapat persetujuan,
pertolongan, pengampunan-Nya. Pada tahap kemudian hal itu dinyatakan dalam
karya pengabdian, dengan diilhami oleh ajaran-ajaran yang sudah lebih
berkembang, dari agama-agama besar di dunia(Islam, Hindu, Budha, Kristen,
dll). Bahkan dalam dunia modern,
dorongan agamawi dapat dilihat pada semua pekerjaan yang mencoba persepsi
manusia atas penciptaan di mana dia sebagian daripadanya: tujuan dalan
penciptaan it, dan sikapnya terhadap penciptaan itu. Contohnya, Waiting For Godot karangan Samuel becket
dianggap sebagai salah satu dari drama agamwi terbesar abad ini.
Agama bagi kebanyakkan bangsa pada berbagai macam tingkat
kemasyrakatan merupakan daya penyatu yang sentral dalam pembinaan kebudayaan.
Agamalah yang memelihara tradisi nenek moyang, menjaga hokum moral, mendidik
tunas muda, dan mengajarkan aneka kebijaksanaan. Tetapi bersamaan dengan
fungsinya yang konservatif itu, agama juga bertindak sebagai faktor yang kreatif
dan dinamis. Oleh sebab itu, agama merupakan dorongan penciptaan sastra,
sebagai sumber ilham, dan sekaligus pula sering membuat sastra atau karya
sastra bermuara kepada agama.
Sumber: Semi, Atar., 1988, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya.
Sastra Amerika Serikat
merujuk pada karya tertulis yang diciptakan di daerah Amerika Serikat maupun
Amerika Kolonial dalam bahasa Inggris. Pada awal sejarahnya, Amerika Serikat
berawal dari sejumlah koloni Inggris di pesisir timur Amerika Serikat sekarang ini.
Oleh karena itu, tradisi sastra di koloni-koloni Britania tersebut juga dimulai
sebagai sastra yang berkaitan dengan tradisi sastra Inggris. Perselisihan agama
yang mendorong permukiman di Amerika juga menjadi tema tulisan-tulisan tahap
awal. Sebuah jurnal yang ditulis oleh John Winthrop, The History of New
England, membicarakan landasan religius Koloni Teluk Massachusetts. Edward
Winslow menulis buku harian tahun-tahun pertama setelah kedatangan Mayflower.
Penulis-penulis lain yang terpengaruh oleh agama, di antaranya Increase Mather
dan William Bradford, pengarang jurnal yang diterbitkan dengan judul History of
Plymouth Plantation, 1620–47. Pengarang lainnya seperti Roger Williams dan
Nathaniel Ward dengan sengit memperdebatkan pemisahan negara dan gereja,
sedangkan pengarang lain seperti Thomas Morton hanya sedikit peduli dengan
gereja. The New English Canaan karya Morton mencemooh pemukim religius dan
menyatakan bahwa penduduk asli Amerika sebagai lebih baik dari orang Inggris.
Puisi puritan bersifat
sangat religius, dan salah satu buku puisi tertua yang diterbitkan berjudul Bay
Psalm Book, serangkaian terjemahan Kitab Mazmur. Meskipun demikian, maksud
penerjemah bukanlah menulis sastra, melainkan menulis himne yang dapat dipakai
dalam misa. Penyair penting dari masa itu di antaranya Anne Bradstreet yang
menulis puisi pribadi mengenai keluarga dan kehidupan rumah tangga, dan pastor
Edward Taylor yang menulis puisi terbaiknya Preparatory Meditations untuk
membantunya menyiapkan misa. Puisi laris dari Michael Wigglesworth, The Day of
Doom, menggambarkan pengadilan terakhir. Nicholas Noyes juga dikenal dengan
puisi doggerel.
Jonathan Edwards dan George
Whitefield mewakili bangunan Besar, sebuah kebangunan religius pada awal abad
ke-18 yang menegaskan Calvinisme ketat. Penulis religius dan penulis Puritan
lainnya termasuk Thomas Hooker, Thomas Shepard, John Wise, dan Samuel Willard.
Penulis yang tidak begitu serius di antaranya Samuel Sewall yang menulis sebuah
buku harian yang menceritakan kehidupan sehari-hari pada akhir abad ke-17, dan
Sarah Kemble Knight.
No comments:
Post a Comment